ADS

Sunday, November 21, 2010

Kesempatan dalam kesempitan (2)

Terpikir oleh Yenni, mungkin sesudah menyaksikan kecantikan dirinya yang mempesona Pak Daud langsung bertekad untuk ingkar dari kesepakatan yang telah dibuatnya bersama keluarganya. Pak Daud tidak mematuhi salah satu klausul-nya yang berbunyi, 'tidak akan menggauli Yenni, istrinya'.

Yenni menjadi panik. Dia mengerti arah pembicaraan Pak Daud, tetapi dia tetap berharap agar Pak Daud tidak mengingkari apa yang telah dia sepakati. Dengan marah dan ketus Yenni berkali-kali mengingatkan janjinya itu. Tetapi Pak Daud berkilah bahwa janji pada keluarga Yenni tidak seberat sumpahnya di depan Penghulu tadi. Jadi, bagi Pak Daud sepertinya 'Maju Kena Mundur Kena', kalau dia menggauli istrinya dia ingkar janji pada keluarga Yenni, tetapi kalau di tidak menggauli istrinya dia melanggar sumpahnya di depan Penghulu. Pak Daud merasa lebih takut pada sumpahnya di depan Penghulu.

Yenni kehilangan akal. Dia tak bisa membantah apa yang disampaikan Pak Daud. Usahanya untuk membujuk Pak Daud agar mematuhi janjinya sia-sia. Pak Daud tetap bersiteguh untuk 'memberikan nafkah batin' kepada Yenni, sekaligus mengingatkan kepadanya bahwa merupakan kewajiban seorang istri untuk melayani suaminya. Pak Daud juga mengingatkan dan mengancam, bahwa jika kehendaknya dihalang-halangi maka seumur-umur dia tidak akan menceraikan Yenni dan dia berjanji bahwa keluarga Yenni akan mendapat malu yang besar.

Dalam kepanikannya Yenni mendatangi orang tuanya dan mengadukan maksud Pak Daud yang tidak sesuai dengan kesepakatan itu. Ayah Yenni menemui Pak Daud dan dengan sangat berang dan jengkel. Dia minta Pak Daud untuk tidak macam-macam atau batal imbalan Rp. 30 jutanya.

Tapi Daud bersikeras akan haknya saat itu. Pak Daud yakin 'kartu As'-nya berada di tangannya.

Merasa bahwa posisi keluarganya lemah secara hukum atas apa yang memang menjadi hak Pak Daud, dengan segala duka, marah, jengkel, kesal dan putus asa yang tercampur aduk ayah dan ibu Yenni pergi meninggalkan Yenni dan Pak Daud di rumahnya. Ayah Yenni lebih takut kalau Pak Daud berbuat lebih jauh hingga menyentuh citra keluarga di mata masyarakat umum.

Masih dengan pakaian kebaya pengantinnya Yenni menangis histeris dan berlari menaiki tangga lantai atas menuju ke kamarnya. Hatinya sungguh sakit, kecewa, kecut, dongkol dan kesal. Yenni tak tahu lagi pada siapa dia harus mengadu. Dia merasa sendirian hidup di dunia ini. Kenapa tiba-tiba beban ini mesti dipikul sendiri? Dia menangisi nasibnya yang terlunta-lunta.

Dia menggigil ketakutan pada apa yang kemungkinan akan terjadi. Fisiknya tidak akan mampu melawan fisik Pak Daud. Dan apapun yang terjadi kini 'kartu As'-nya sepenuhnya ada di tangan Pak Daud. Dia menjadi orang yang kalah. Seluruh keluarga Yenni yang selama ini sangat terhormat bagi masyarakat kota ini kini telah kalah sama Pak Daud yang hanya kuli panggul terminal itu. Duuhh.. Kenapa bisa jadi begini..? Bahkan pada saat-saat seperti ini tak seorangpun yang mampu menolongnya. Tidak juga Ryan yang semestinya dia terjun untuk menjadi 'penolong'-nya.

Dalam keadaan panik dan putus asa dia rebahkan tubuhnya ke sofa di kamarnya. Dia merasa sangat terpukul. Sungguh pukulan yang telak telah menimpa sanubarinya. Dia merasa sangat lelah. Tekanan-tekanan kesepiannya selama ini membuat Yenni mudah lelah dan lumpuh.

Yenni menarik nafas panjangnya untuk mengurangi kepengapan dalam dirinya. Sebelum ini dia pernah mengalami tekanan dalam hidupnya walaupun tidak seberat sekarang. Dengan bernafas panjang dia merasakan darahnya men-dingin. Dia bisa lebih relaks.

Satu-satunya cercah harapan sekarang hanyalah bersikap 'pasrah'. Yenni ingin selekasnya bisa melewati situasi dan perasaan yang demikian berat menindihnya. Que serra serra. Terjadilah apa yang harus terjadi. Bagaimanapun Pak Daud khan manusia juga.

Ahh.. Tiba-tiba Yenni sepertinya melihat jalan keluar. Dalam keadaan tak satupun orang yang menolongnya dia dituntun oleh sebuah cahaya. Dia yakini kebenaran cahaya itu. Dan cahaya itu justru datang dari arah Pak Daud. Hatinya juga ikut berharap, mudah-mudahan Pak Daud tidak kasar dan menyakiti dirinya. Itulah kunci utama cahaya itu.

Aneh, ya.. Pak Daud yang pada awalnya menjadi penyebab krisis kini berbalik menjadi harapan bagi Yenni. Ataukah dia sudah menyerah? Dan yang lebih menyakitkan lagi, apakah dia bisa melawannya? Atau apakah ada manfaatnya untuk melawan Pak Daud? Atau, apa sih keberatannya kalau mengikuti saja apa maunya Pak Daud? Bukankah dia juga lelaki yang normal? Ataukah karena dia hanya kuli panggul? Edan!

Secepat itukah Yenni harus mengambil keputusan akhir? Yaa.., kapan lagi? Bukankah memang waktunya juga terlampau sempit untuk menimbang-nimbang hal yang runyam ini? Yenni harus mengambil sikap dan keputusan secara cepat. Dia merasa tidak perlu meminta pendapat pihak lain. Toh mereka semuanya telah meninggalkannya. Aahh.. Kenapa mesti begini..??

Melihat Yenni menangis sambil berlari ke kamarnya Pak Daud sepertinya mendapatkan dorongan dan panggilan. Dia percaya larinya Yenni adalah untuk menunggunya di kamarnya. Dan sekaranglah saatnya dia harus melakukan kewajiban dan haknya. Dia berdiri dari duduknya dan dengan teguh dia melangkan kakinya menuju anak tangga dan menaikinya untuk menyusul Yenni di kamarnya.

Dia ketemu pintu kamar yang terbuka. Sepertinya Yenni memang tengah menunggunya. Nampak Yenni duduk menyandarkan kepalanya di sofa yang membelakanginya. Pelan-pelan tanpa menimbulkan suara di kakinya yang menginjak karpet mewah kamar Yenni, Pak Daud datang mendekati 'istrinya'. Dia datang dari arah punggungnya. Tepat diatas kepala Yenni, sambil tangannya berpegang pada sandaran sofa, Pak Daud menundukkan kepalanya. Dia mencium ubun-ubun Yenni. Hidungnya segera diterpa aroma wangi rambutnya yang seumur-umur belum pernah menciumnya.

Ah.. Ternyata 'istrinya' itu tidak nampak kaget atas ciumannya. Yenni sama sekali tidak bergerak. Dia tidak menolak kehadiran dan sentuhan Pak Daud. Adakah dia telah menerima kehadirannya sebagai suaminya? Adakah dia telah memahami hak dan kewajibannya? Adakah dia telah siap untuk melayaninya sebagai istrinya?

"Zus Yenni, kamu jangan takut dan sedih. Aku suamimu akan sepenuhnya hadir demi kebahagiaanmu. Katakan sejujurnya apabila aku salah. Ucapkan kesangsianmu kalau kamu ragu. Lemparkan umpatanmu kalau kamu pandang aku tak pantas berada disisimu. Ayolah, zus Yenni, hadapilah kenyataan hidup ini dengan kecantikan hatimu. Dekatilah kenyataan itu dan terimalah kehadiranku. Mari kita melakukan sesuatu yang Hak dan yang Wajib".

Sepintas dalam sikapnya yang memang telah pasrah Yenni sempat heran, koq ada kuli panggul bisa ngomong macam itu? Macam filosof campur sastrawan saja. Ah, memang aneh hidup ini.

Tapi secara jujur Yenni akhirnya membuka sedikit pintunya untuk Pak Daud. Timbul rasa iba pada Pak Daud. Sebagai sesama manusia dia merasa telah berkonspirasi untuk melecehkan martabatnya yang hanya kuli panggul itu. Dengan sesenggukan dan linangan air matanya dia bersuara pelan, agak serak karena tangisnya,

"Sesungguhnya, Mas, yang aku tangisi dan kesali adalah nasibku sendiri. Dalam situasi yang sangat berat begini, ternyata tak ada seorangpun yang memberikan aku pencerahan. Aku harus mencari sendiri jawabannya".

Mendengar dari mulut cantik Yenni memanggilnya dengan 'Mas', Pak Daud serasa disiram sejuknya mata air dari pegunungan. Dia merasakan betapa tak ada lagi yang menyesakkan hatinya. Kini dia lebih yakin akan tindakannya. Pak Daud bergerak ke depan sofa untuk duduk disamping Yenni. Dia meraih tangan 'istrinya' itu. Dia cium punggung tangan yang lembut itu. Nampak warna yang kontras kini ada di atas sofa itu. Yenny yang serba bersih dengan kulitnya yang putih dan halus lembut disamping Pak Daud yang hitam, serba keras dan kasar.

Namun itulah salah satu jenis 'keindahan sejati'. Keindahan yang bukan lahir dari tangan-tangan manusia. Tetapi keindahan yang lahir dari perjalanan nasib dua anak manusia. Keindahan yang dipaterikan oleh Sang Maha yang tak pernah bisa ditebak maunya. Dia yang selalu memberikan kejutan bagi hamba manusia. Dia yang tak mungkin dihindari. Dia yang tak terlawankan. Dia yang serba mutlak.

Ciuman di punggung tangan Yenni yang juga disertai kecupan kemudian jilatan lidah oleh Pak Daud merembet seiring dengan rembetan syahwat birahinya. Bibir Pak Daud mulai mengulum jari-jari lentik Yenni. Amppuunn..

Perasaan Yenni merinding dan berdesir. Mungkinkah ini terjadi.., beberapa detik yang lalu aku disambar bencana dan kesedihan, tiba-tiba kini datang sebuah sensasi lain yang bertolak belakang terasa sedang merambati sanubariku, demikian angin lembut membisik di telinganya.

Sensasi itu berupa energi yang menggelitik dan membangunkan saraf-saraf libidonya. Sebuah rangkaian isyarat dari libidonya yang membangkitkan hasrat birahi. Kuluman dan jilatan bibir dan lidah Pak Daud langsung menerpa syahwatnya. Yenni merasa seakan dibanting dan kemudian dilemparkan ke orbit nikmat syahwat yang tak bisa diucapkan dalam kata.

Bibir dan lidah Pak Daud yang mengulum dan mejilati jari-jarinya membuat Yenni terbangkit dari lumpuhnya. Bibir dan lidah itu seperti alat kejut pacu jantung. Tubuh dan jiwa Yenni disentak-sentakkan untuk menerima sebuah nalar baru. Seakan bertekuk lutut pada apa yang tak mampu dia hindarkan, Yenni langsung berubah sikap dan cara pandang hidupnya. Yenni melihat cahaya yang beda dari cahaya sebelumnya.

Yenni kini adalah Yenni yang siap menerima Pak Daud sebagai suaminya yang harus dia layani sebagai layaknya seorang istri yang patuh pada kewajibannya. Yenni mendesah dan melenguh panjang. Dia telah tenggelam dalam hasrat seksual yang sangat tinggi. Sesudah tak terjamah oleh lelaki selama 11 bulan kini Yenni sangat matang untuk menerima kehadiran Pak Daud.

Dengan penuh intens Pak Daud merambatkan bibir dan lidahnya ke lengan-lengan Yenni. Dan pelan-pelan tetapi pasti tangan-tangan Pak Daud menerobos ke kebaya dan memeluki punggung 'istrinya', sedikit meremasi belikatnya untuk kemudian dilepaskannya untuk meneruskan rabaannya menuju ke dada. Dia mendengarkan betapa Yenni merintih nikmat saat jari-jarinya menyentuh kemudian memilin kecil puting payu daranya.

Yenni yang juga pelan tetapi pasti telah hanyut dalam nikmat birahi tahu bahwa sudah saatnya dia mesti melepaskan busananya. Dia harus dan ingin membuka jalan untuk bibir dan lidah Pak Daud melata merambahi tubuhnya. Dia lepaskan bros berlian yang jadi kancing-kancing kebayanya itu. Dia lepaskan ikatan tali BH-nya. Dia hidangkan susunya yang ranum untuk dikemot-kemot bibir tua Pak Daud. Selanjutnya Yenni hanyalah menunggu sambil merintih dan mendesah nikmat. Tangannya memeluk dan mengelusi kepala 'suaminya'. Yenni meremasi rambut Pak Daud sebagai ungkapan dan penyaluran gelisah birahinya.

Terlintas dalam pikiran Pak Daud untuk meninggalkan cupang-cupang pada seluruh tubuh putih Yenni. Ada semacam nafsu 'sok' pada diri Pak Daud. Dia ingin pamer kehebatannya sebagai lelaki pada orang lain. Pada 'istrinya' dan keluarganya. Yaa.. Maklumlah orang macam Pak Daud khan memang tidak memiliki sesuatu yang pantas dia banggakan kepada orang lain.

Jadi yaa.. Dengan cupang-cupang itulah yang sedang dia lakukan kini. Dia telah cupangi leher Yenni dan kini dia cupangi pula buah dadanya, rusuknya, dan yang sejak upacara ijab kabul tadi telah menggelisahkan syahwatnya adalah ketiak Yenni. Lidahnya merambah lembah putih ketiak Yenni sambil hidungnya mengendusi aromanya. Bibirnya menyedot lama untuk merasakan asin keringat 'istrinya' sekaligus meninggalkan cupang. Dia lakukan itu pada kedua belah ketiaknya.

Bagaimana Yenni menerima hamparan nikmat yang dilayankan oleh Pak Daud. Bagaimana Yenni menjawab tulus telah tersalurnya syahwat yang terpendam 11 bulan. Bagaimana Yenni mengungkapkan 'thanks'-nya kepada Pak Daud atas sensasi-sensasi yang begitu melimpah dari kekerasan dan kekasaran fisiknya. Jawabannya adalah desah, lenguh serta rintihan syahwatnya.

Dengan desah, lenguh dan rintihan itu Yenni telah mendongkrak semangat Pak Daud menjadi berlipat kali. Dia semakin kiprah dengan jilatan dan kecupannya. Dan pada kelanjutannya Pak Daud membopong Yenni dan memindahkannya ke atas ranjang.

No comments:

Post a Comment